2 Mar 2010

cerita.INSPIRATIONALtitik (penunggang kuda)


Penunggang Kuda Tunggang di Taman Ganesha

Kuda Sandel putih dengan sepasang telinga yang dipotong sebagai tanda sang kuda berasal dari luar kota terlihat gagah memakai pelana dan kacamata kuda nyentrik merah. Zidan, nama kuda asal Jawa ini, mulai melaju di tepi jalan Taman sari yang ramai akan laju kendaraan. Tak peduli akan seliweran bunyi klakson angkutan umum, Zidan tetap mengikuti komando bunyi pecut dari sang penunggang, seorang remaja 20 tahun dengan profesinya sebagai tukang kuda tunggang. Hentakan suara sepatu kuda di jalanan, pertanda semangatnya temani Indra sang penunggang untuk mengais rezeki.

Senang kuda sejak kecil

Empat tahun sudah Indra menjalami profesinya sebagai tukang kuda tunggang di sekitar taman Ganesha ITB, tidak seperti remaja lain seumurnya, yang tiap pagi sudah di siapkan sarapan oleh orang tua masing-masing, Indra remaja kelahiran Bandung 22 Desember 1989 ini bangun pagi-pagi sekali menyiapkan sarapan untuk sahabatnya ‘zidan’ kuda tunggang yang akan menemani hari-hari nya mengais rezeki untuk sesuap nasi. Kesenangannya akan kuda sejak kecil membuat Indra sangat senang dan menikmati profesinya. “Dari kecil saya memang suka sekali dengan kuda, kuda itu binatang yang hebat dan kuat”, begitulah jawaban Indra saat ditanya akan kesenangannya terhadap kuda. Sejak kelas 5 SD Indra selalu bermain dan menemani tukang delman di lapangan YPI dekat rumahnya. Kebiasaannya mengikuti terus kegiatan kusir delman bersama kudanya, membuat Indra sedikit demi sedikit mulai mahir mengendalikan kuda delman. Kelas 6 SD akhirnya Indra bisa mengendarai delman sendiri dan membantu kusir delman yang lain. Kegigihan Indra yang ingin mahir menunggangi kuda terus dilatih. Akhirnya, hingga sekarang Indra bisa menaiki kuda tunggang dan mendapat uang dari tunggangannya tersebut. Mulai kelas 1 SMP Indra memulai profesinya sebagai tukang kuda tunggang di Taman Ganesha ITB. Tiap pulang sekolah Indra segera mangkal di Taman Ganesha bersama kudanya. Uang hasil tunggang kuda, biasa Indra gunakan untuk membantu biaya hidup bersama neneknya dan biaya sekolah. Sejak umur 4 tahun, Indra memang tinggal bersama neneknya di sebuah kontrakan kecil di jln Mahmud no 3 Padjajaran Bandung. Orang tua Indra sudah lama bercerai, sejak saat itu juga Indra dibesarkan oleh neneknya hingga sekarang. Kini neneknya sudah renta, Indra pun mau tak mau harus menjadi pencari nafkah untuk biaya hidup dia dan neneknya. Menjalani kehidupan tanpa orang tua membuat Indra harus bersikap lebih dewasa dan cekatan dalam menghadapi persoalan hidup. Selepas lulus SMP, Indra memilih untuk terus menjalani profesinya sebagai tukang kuda tunggang ketimbang melanjutkan sekolah. Kondisi financial yang tidak memungkinkan, factor keluarga yang tak lengkap, mengharuskan Indra terus bekerja seperti ini, hingga Indra terpaksa merelakan keinginannya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan membuang cita-citanya untuk menjadi seorang Dokter.

Sarapan Rumput dan Memandikan Kuda

Di tengah banyaknya kendaraan dan semakin berkurangnya pepohonan juga taman lindung sebagai penghijau kota, membuat semakin berkurangnya populasi kuda di kota Bandung. Lahan yang sudah semakin sempit menjadi salah satu hambatan para tukang kuda mencari nafkah. Camp yang di pakai sebagai kandang kuda adalah sebuah hutan kecil di Babakan Siliwangi, tepatnya di atas Lapangan Sabuga. Hutan kecil yang penuh dengan pohon rindang dan semak-belukar yang tumbuh di sana-sini dimanfaatkan oleh Indra dan para tukang kuda lainnya untuk memberi makan kuda-kudanya. Memasuki kawasan Siliwangi itu terlebih harus melewati sebuah portal di dekat jalan masuk ke lapangan Sabuga. Jalan lain adalh pagar di pinggir jalan siliwangi yang sudah rusak dan bolong hingga bias dilewati orang. Setelah masuk ke area hutan, di dalamnya terdapat kandang sederhana untuk lima ekor kuda dan sebuah gubuk kecil untuk tempat berteduh. Gubuk tersebut biasa dipakai untuk para tukang kuda untuk berteduh atau sekedar istirahat. Dulu, sekitar 50 kuda masih singgah di Babakan Siliwangi. Namun, seiring berjalannya waktu kuda-kuda tersebut di oper ke Lembang karena perizinan yang sulit dari polisi. Wilayah tersebut merupakan kepemilikan ITB dan tidak layak huni oleh umum. Di balik keramaian hilir mudik kendaraan di atasnya, terdapat sebuah tempat singgah untuk makan kuda, mandi kuda, juga sumber mata pencaharian untuk anak-anak seperti Indra. Sejak mangkal di Taman Ganesha, Indra sudah bergabung dengan teman-teman seprofesinya di Babakan Siliwangi. Teman-teman Indra memang sudah berumur dan berkeluarga. Indralah anak paling muda di komunitas tukang kuda tunggang itu. Di hutan kecil itu Indra mengurus ‘zidan’, kuda tunggangnya. Indra memang belum memiliki kuda sendiri, zidan itu kuda milik orang lain. Tetapi, karena kejujuran dan sikap rajin Indra membuat dia dipercaya untuk mengurus dan menggunakan Zidan untuk mencari uang dengan ketentuan setiap hasil tunggangan ada jatah setor untuk pemilik kuda dan jatah makan kuda juga untuk upah Indra sendiri.
Ketika mentari sudah mulai terbit, Indra datang lebih awal untuk terlebih dahulu menyiapkan sarapan kuda. Setengah karung rumput hasil aritannya semalam menjadi menu sarapan utama sang kuda. Tak lupa pemberian suplemen yang terbuat dari ampas singkong dan campuran dedek (makanan ayam), supaya kuda menjadi kuat. Kuda yang telah diberi sarapan dibiarkan merumput, sambil berjemur. Layaknya manusia kuda pun perlu dimandikan supaya badan kuda selalu bersih sehingga menarik penumpang lain untuk menunggangi Zidan. Di tengah lapang kosong sekitar hutan kecil di Babakan Siliwangi Indra memandikan Zidan beserta empat kuda lainnya. Tak jauh dari situ memang terdapat sumber mata air alami. Betapa Tuhan memang Maha Adil, sepetak tempat yang dari luar hanya terlihat seperti hutan belantara kecil penuh nyamuk dan pengab. Namun, disitulah rumah kedua sang tukang kuda tunggang mengurus binatang berkaki kokoh yang menjadi sumber penghasilannya.

Penglaris setoran tak tentu

Layaknya Pangeran berkuda putih seperti dalam dongeng, Indra menaiki Zidan yang sudah siap dengan pelana dan kacamata kudanya. Pecut adalah senjata pamungkasnya untuk mengendalikan laju larinya Zidan. Pelana mulai ditarik dan suara sepatu kuda Zidan sudah mulai terhentak ke aspal jalanan. Dengan harapan dapat uang setoran lebih dari biasanya, hari ini Indra bersemangat menunggangi Zidan, kuda jantan berumur 8 tahun hingga sampai ke tempat pangkalannya, di Komplek Taman Ganesa ITB sekitar pukul 9 pagi tiap harinya. Rute yang dipakai untuk penumpang kuda tunggang di mulai dari Taman Ganesa, Taman sari depan kebun binatang, terus ke Jln. Gelap Nyawang hingga kembali lagi ke depan Taman Ganesa. Tarif yang biasa di pasang oleh Indra seharga Rp. 15000,- untuk 1 putaran. Tarif tersebut di pakai untuk hari biasa, apabila Sabtu-Minggu Indra memasang tarif seharga Rp. 25000,- tentu dengan tawar menawar dengan pelanggan terlebih dahulu. Pelanggan Indra datang dari luar kota, ada dari Jakarta, Jawa dan daerah lain. Tiap weekend, pelanggannya datang ke Taman Ganesa untuk menunggangi Zidan. Penghasilan yang di dapat Indra saat liburan memang cukup banyak. Rp. 250.000,- berhasil di kantongi Indra saat weekend. Padahal, di hari biasa saat ada penumpang Indra hanya dapat sekitar Rp. 100000,- bahkan kadang tidak dapat sama sekali. Seperti saat foto ini di ambil, hingga sore hari Indra belum mendapatkan tumpangan. Sebari menunggu, Indra memberi sedikit roti untuk Zidan. Desember ini adalah bulan santai untuk Indra dan Zidan, karena saat ini sedang musim penghujan. Sehingga, penumpang sangat sepi. Kondisi musim memang sangat mempengaruhi penghasilan Indra. Hal seperti ini yang terkadang membuat Indra bingung untuk setor pada pemilik kuda. Ketentuan penyetoran adalah bagi dua dari hasil yang didapat. Namun, hasil yang didapat sebelumnya dipotong terlebih dahulu untuk sepatu kuda dan makan kuda sebesar Rp. 25000,-. Setelah itu, sisa uang disetor dan sebagian disimpan untuk Indra. Uang hasil tunggangan, biasanya Indra tabungkan di pemilik kuda, setelah seminggu Indra baru mengambil hasil tunggangannya dan uang tersebut diberikan pada neneknya untuk makan, biaya hidup dan sewa rumah. Seharian tak dapat penumpang, tarif penglaris ditawarkan Indra untuk seorang anak yang ingin menunggangi Zidan. Rp. 20.000,- untuk 3 putaran menjadi uang pertama dan terakhir hasil tunganggan hari ini sebagai penglaris. Bahkan, tak sempat terfikir untuk mengisi perutnya sendiri.

Sebatas penerangan lilin

Langit mendung dan tak nampaknya mentari menjadi pengingat waktu alam untuk segera pulang. Bergegas kembali ke camp sambil membawa hasil aritan dengan tetap bersemangat. Berapapun hasil yang didapat, Indra tidak pernah kecewa, karena dia senang dan ikhlas menjalani profesinya sebagai tukang kuda tunggang. Suasana camp kandang kuda sangat berbeda dengan pagi hari. Saat petang suasana menjadi sangat gelap, bau kotoran kuda dan becek. Penerangan yang digunakan hanya sebatang lilin dan api unggun. Dalam kondisi penerangan secukupnya, Indra masih harus mengurus kudanya. Sejenak melepas lelah, Indra segera menyiapkan makan malam untuk Zidan. Pelana dan accecories yang melekat di tubuh Zidan dilepas. Sebelum mulai makan, sang kuda di biarkan sejenak merebahkan diri tidur-tiduran ke tanah supaya oto-ototnya rileks. Bahkan, apabila sang kuda tak mau untuk berguling di tanah, Indra harus memijat kudanya dengan cara meninjak punggung kuda. Saat petang datang pun Indra belum sempat memikirkan perutnya sendiri. Indra harus terlebih dahulu mengurus kudanya. Setengah karung rumput kembali menjadi menu utama makan malam sang kuda, tentu dengan tambahan supleman ampas singkong. Perawatan kuda yang baik menjadi kunci penting Indra untuk besok kembali mencari rezeki. Suasana gelap, kumuh nyamuk dimana-mana sudah menjadi makanan sehari-hari Indra. Bagi Indra kondisi Zidan yang Fit dan kaki yang kokoh menjadi obat ampuh untuk Indra terus mencari uang dengan profesinya sebagai tukang kuda tunggang besok pagi.

Ingin punya kuda sendiri

Lima ekor kuda sudah siap beristirahat untuk besok kembali menemani sang penunggang bekerja. Camp kandang kuda dibiarkan gelap, kali ini tak ada penerangan sama sekali. Semua pengurus kuda pulang ke rumah masing-masing, termasuk Indra. Namun, Indra tak pulang ke rumah tempat dia dan neneknya tinggal. Setiap harinya Indra menginap di rumah sang pemilik kuda di daerah Tamansari Bandung. Indra pulang ke rumahnya sekitar seminggu sekali, saat upah hasil tunggangan sudah dia dapatkan. Lokasi rumah yang jauh dan ongkos yang mahal membuat Indra harus bermalam di tempat pemilik kuda. Sudah selarut ini, Indra baru memikirkan perutnya, hasil tunggangannya tadi siang Indra pakai untuk membeli nasi bungkus. Jatah setornya hari ini hanya Rp. 10000,- alih-alih penyemangat, Indra makan dengan lahap sebagai bayaran sedari siang belum makan. Rasa ikhlas dan apa adanya membuat Indra tegar menjalani kehidupannya. Rasa sayangnya terhadap wanita tua renta yang membesarkannya sejak kecil mengalahkan rasa lapar dan lelah mengurus kuda. Tujuannya ingin terus membantu biaya hidup neneknya dan membuat bangga neneknya akan Indra yang menyenangi kuda dan profesinya. Rezeki yang didapat dari kesenangan terhadap pekerjaan itu sendiri asal itu halal, merupakan suatu anugrah yang tak ternilai harganya. Apalagi buah hasil itu untuk seseorang yang Indra yang telah mengorbankan separuh raganya untuk membesarkannya. “Saya pingin punya kuda sendiri, supaya penghasilan saya lebih besar dan bisa bikin nek Aat senang”, itulah keinginan Indra saat ditanya tentang harapan ke depannya yang lebih baik untuk Indra dan neneknya. Suatu harapan sederhana yang mempunyai nilai perjuangan dan pengorbanan yang besar. Kepolosan seorang remaja lelaki yang selepas SMP tak melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya lalu memutuskan untuk menjadi profesi disenanginya yaitu tukang kuda tunggang, dengan impian kelak bisa memiliki kuda sendiri dan membahagiakan neneknya.

Telusuran dari sehariku bersama "Zidan" Kuda sandel putih di Taman Ganesha dengan penunggangnya, Indra

1 Mar 2010

cerita.INSPIRATIONALtitik

Berupa tulisan tepatnya salinan dari sebuah buku yang buku baca tiap kudatangi salah satu toko buku besar di kota Bandung. Tertarik dengan banyak hal unik yang ada di dalam buku itu buatku tak bosan untuk kemabali lagi datang ke gudang buku itu dan melihat judul yang sama. Kata 'Mahal" sangat cocok di gantung pada bandrolnya karena tabungan uang jajanku tak bakal cukup untuk menhantarkan buku itu ke maja kasir. Rasa tak puas hanya dengan melihat dan membolak-balik halaman demi halaman dan sekedar mengintip potret unik pada buku itu. Sedikit keinginan untuk memeiliki bagian sedikit ilmunya dengan menyalin pada sebuah note di ponsel pinjaman seorang kawan.

Sedikit banyak, ku harap salinan ini bakal bermanfaat disini, dan bisa buat inspirasi penuh pada perubahan dalam hal baru.


Buku:
KUMPULAN TULISAN FOTOGRAFI
"Kiat Sukses Deniek G. Sukarya dalam fotografi dan stock foto membuka mata kita untuk menemukan kembali dunia yang ada di sekitarkita"

Belajar fotografi adalah belajar melihat

SEBUAH JENDELA UNTUK MELIHAT DUNIA
(terlampir besar di halamannya)
Fotografi adalah seni melihat, mengajarkan pada kita cara unik dalam melihat dunia sekaligus memberikan penyadaran baru akan segala keindahan yang ada di sekitar kita, dalam kehidupan sehari-hari manusia, pada secercah senyum tulus anak desa, pada wajah-wajah yang bersimbah keringat, dalam sebuah keagungan alam semesta, pada sekuntum kembang rumput dimana kita semua menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Energi positif yang mampu menjadi katalis pada perubahan yang lebih baik.

Bagaimana kita memulai??
(bagian terpenting yang sangat ingin ku tahu untukbisa dasar aplikasinya)
Menguasai pengoperasian kamera dengan peralatan fotografi, memilih peralatan fotografi yang tepat untuk kebutuhan kita.

- Menguasai, mempelajari prinsip teknik dasar fotografi.
(betuull..kenali kameramu, mulailah mengetahu seluk beluk tombol-tombol yang ada pada kamera yang dipakai)
-Memahami secara efektif untuk menciptakan komposisi yang kuat.
(setelah kenal dekat dengan kamera dan paham tentang tekniknya, mulailah untuk belajar pahami komposisi dan alur harmonisasi dalam pengambilan gambarnya)
- Berlatih yang banyak dan lebih banyak lagi, setiap saat, diaman saja.
(YUUPP!!!!Latihan dan latihan, teruslah ulik keunikan pada apa yang dilihat dan rekamlah!!)


KOMPOSISI SECARA SEDERHANA
(jelas, terlampir dengan besar pula pada halaman selanjutnya)

Komposisi adalah seni mencipatakan harmoni pemmbagian bidang dengan memnfaatkan berbagai elemen visual yang tersedia : alur garis, bentuk, cahaya, bayangan, warnadan tekstur. Walaupun banyak aturan dasar tentang komposisi yang paling penting adalah mengikuti naluri keseimbanagan visual kita.


BELAJAR KOMPOSISI ADALAH BELAJAR MELIHAT.

MENEMUKAN HARMONI DALAM MELIHAT MELALUI MATA HATI KITA.

Inilah yang membuat kita menjadi individu yang unik yang eampu menciptakan karya komposisis yang khas dan berbeda dari karya orang lain.

Aturan Dasar Komposisi:
Hanya ada sru pusat perhatian dan akan memberi dampak visual yang kuat pada pandangan pertama juga memberikan sebuah daya tarik yang memikat pada komposisi2 secara keseluruhan. ciptakan arah pandang yang jelas dengan memandu pandangan mata kita ke ke bagian terpenting dari foto sehingga foto kita akan dapat bercerita secara fasih tentang ide/pesan yang ingin di sampaikan melalui foto.
(februari,22,10)@tko bku